Kamis, 18 Juni 2015

HUJAN DAN AROMA KOPI (sebelas)




Ara menangis sejadi-jadinya. Ia akhirnya menemukan ruang yang sepi untuk menangis, ruang musik.
Dia benar-benar tidak percaya hal konyol seperti ini akan menimpa dirinya.

‘Oke, cukup nangisnya. Gue bukan orang lemah. Masa gini doang nangis!’ Ara berusaha menyemangati dirinya sendiri, ia mengepalkan satu tangannya ke udara.

‘Tapi gue ga mau jadi kaya gini.. huaaaaaa’ tangisnya kembali meluap. Kata-kata penyemangatnya sudah tidak mempan lagi baginya.

Seseorang menarik kepala Ara, membiarkan Ara bersandar di dadanya, “Gue kasih tau ya. Lo boleh nangis, tapi Cuma boleh nangis di dada gue. Biar ga ada yang tau kalo lo nangis. Orang-orang Cuma boleh tau kalo Ara itu ga cengeng” ujarnya yang malah membuat tangisan Ara makin menjadi.

Ara mengenal aroma dari cowok yang kini menjadi sandarannya tapi orang itu sedang tidak ada di Indonesia. Dan apa yang dilakukan cowok ini membuat Ara amat merindukan sosok yang amat jauh darinya, Natta.
Jadi siapa cowok yang sedang bersamanya kini?

Ara mengelap air mata dari wajahnya, baru melepas tangan cowok tersebut yang memaksanya untuk bersandar di dada cowok tersebut.

“Nadja?” Ara memandang orang dihadapannya dengan wajah tidak percaya.

“Walapun lo bikin gemes kalo abis nangis gini. Tapi tetep aja gue lebih suka ngeliat lo ketawa karena baca komik atau marah karena gue jaliin. Jangan pernah berpikir cewek nangis itu cantik!” Nadja menjitak pelan kepala Ara membuat Ara sedikit meringis.

“Isssshh. Sempet-sempetnya ya lo nganiaya gue” Protes Ara.

“Awas kalo gue liat lo nangis lagi. Bakal gue jalin lo sampe kelulusan! Karena lebih asyik liat lo marah daripada nangis” Ancam Nadja lalu pergi meninggalkan Ara.


***


Raka mengepalkan kedua tangannya. Apa yang sedang ia lihat dihapannya benar-benar membuat kemarahannya memuncak.

Cindy dan beberapa teman segenk nya, Rainbow. Amat sangat terlihat berbahagia, aksi pertama mereka untuk menjatuhkan Ara berhasil.

Tanpa pikir panjang Raka melangkahkan kakinya menghampiri kerumunan cewek cewk kurang waras terseut. Ia langsung menghentikan langkahnya di depan Cindy. Memandang Cindy dengan tatapan marah dan jijik.

Ia langsung menarik paksa tangan Cindy. Memaksa Cindy mengikuti langkahnya.
“Ih, lepasin gue! Lo mau ngapain!” protes Cindy sambil terus berusaha melepaskan cengkraman tangan Raka.

Raka tidak bergeming. Ia masih memaksa Cindy mengikuti langkahnya. Raka membawa Cindy ke taman belakang sekolah. Raka langsung memojokan Cindy ke tembok, menatap Cindy dengan penuh amarah.
“Lo-cari-mati” bisik Raka di telinga Cindy, membuat Cindy nampak ketakutan.
“Lo ngapain bikin heboh sekolah begini? Sekalian aja ngebom kalo mau bikin heboh!” ucap Raka kasar. Ia semakin memojokan Cindy ke tembok kedua tangannya terentang sehingga Cindy sama sekali tidak punya kesempatan untuk melarikan diri.

Cindy masih diam, matanya nampak mencoba menutupi rasa takut.
“Lo ga usah ikut campur!”

Raka tertawa, lalu kembali menatap tajam Cindy.
“Kalo gue ga boleh ikut campur.. Ga usah bawa-bawa gue..” ujarnya.
“Satu lagi. Jangan pernah sentuh Ara lagi. Wake up girl! Lo itu busuk! Secantik dan setajir apapun elo! Kalo tingkah lo idiot begini. Gue rasa orang idiot juga ga mau.. Jangan pernah ngemis cinta Nadja lagi, jangan pernah nyakitin dia lewat Ara. Ja-ngan!”

Cindy tersenyum, “Bukannya bagus? Gue bisa bantuin lo dapetin Ara..”

Raka mendekatkan wajahnya ke wajah Cindy, “Gue ga sebusuk lo! Gue bukan idot jahat kaya lo. Gue bisa berjuang sendiri..” ujarnya. Lalu meninggalkan Cindy.


*****


Raka melihat Nadja keluar dari ruang musik, tak lama kemudian Ara terlihat juga keluar dari ruang musik.
‘Sial! Gue kalah lagi..’ desisnya sebal.

Ia langsung berlari menghampiri Ara yang sedang berjan dengansedikit terhuyung.
“Maaf..” ujarnya lirih, membuat Ara sedikit terkejut, dan langsung memandangnya. Perasaan kesal kembali menyelimuti Raka. Ia benar-benar benci melihat gadis menangis.

Ara menghentikan langkahnya, menatap Raka dengan kesal tapi menggemaskan.
“LO BODOOOOH! Gara-gara lo dateng ke kelas jadi begini kan!” ujarnya dengan menunjuk tepat ke wajah Raka menggunakan telunjuknya.

Melihat tingkah Ara malah membuat Raka tertawa.

Ara mengerucutkan bibirnya.
“Heh bodoh! Siapa suruh lo ketawa?!” bentak Ara kasar.

“Oke sorry.. Gue bener-bener minta maaf..” pinta Raka.

Ara kembali melangkahkan kakinya, pandangannya menatap ke arah lantai. Raka segera mengikutinya.
“Gue cuma mau jadi anak yang ga bikin rusuh..” ujar Ara.


*****

1 komentar:

  1. Ka. ini crita masih ad lanjutannya kan..
    Saya tunggu kelanjutan critanya. Klo gak dilanjutin sayang-sayang ka. Crita.a udh bagus soal.a.. 😊

    BalasHapus